.

.

.

.

.

.

.

.

Friday, August 8, 2014

masalah masalah pada jaringan open sorce


1.1
Latar Belakang Masalah
Keamanan jaringan komputer merupakan bagian dari sebuah sistem yang
sangat penting untuk menjaga validitas dan integritas data serta menjamin
ketersediaan layanan bagi penggunanya. Sistem deteksi penyusup jaringan yang ada
saat ini umumnya mampu mendeteksi berbagai serangan tetapi tidak mampu
mengambil tindakan lebih lanjut.
Selain itu sistem umumnya dilakukan secara manual oleh administrator. Hal
ini mengakibatkan integritas sistem bergantung pada ketersediaan dan kecepatan
administrator merespon gangguan. Apabila gangguan tersebut berhasil membuat
jaringan mengalami malfungsi, administrator tidak dapat lagi mengakses sistem
secara remote sehingga sulit memulihkan sistem dengan cepat.
Dibutuhkan suatu sistem yang dapat menanggulangi ancaman yang mungkin
terjadi secara optimal dan otomatis dalam waktu yang cepat sehingga memungkinkan
administrator mengakses sistem walaupun terjadi malfungsi jaringan. Hal ini akan
mempercepat proses penanggulangan serta pemulihan sistem atau jaringan tersebut.
Intrusion Prevention System (IPS) adalah peralatan keamanan komputer
maupun software yang memonitor jaringan, aktifitas sistem, dari serangan atau
keadaan yang tidak diinginkan dan dapat bereaksi secara real time untuk
menghentikan aktifitas tersebut.
1.2
Perumusan masalah
Perkembangan masalah keamanan jaringan telah membawa dampak pada
ketidaknyamanan dalam transmisi data bagi pengguna. Berdasarkan hal tersebut
1dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a.
Bagaimana cara Intrusion Prevention System mempermudah kerja
Adminisrator ?
b.
Bagaimana mendeteksi intrusi yang masuk dalam jaringan dengan lebih
cepat ?
c.
Sejauh mana kemampuan Intrusion Prevention System dalam menangani
berbagai masalah keamanan jaringan ?
Permasalahan ini akan dibahas untuk dapat menjawab masalah keamanan
jaringan sehingga kinerjanya tetap optimal menggunakan solusi OSSIM.
1.3
Batasan Masalah
a. Implementasi Intrusion Prevention System terbatas pada jaringan LAN.
b. Pembahasannya meliputi identifikasi jaringan, penentuan kebijakan,
persiapan software dan hardware yang digunakan, correlation engine
dengan OSSIM, tes konfigurasi dan kinerja jaringan, serta analisis sistem
OSSIM.
c.
Software yang digunakan dalam penelitian antara lain : Metasploit
Framework, nmap,
p0f, nessus, snort, ntop, nagios, osiris, OCS-NG,
OSSEC.
d.
1.4
Intrusi pada jaringan terbatas pada port scanning dan buffer overflow.
Hipotesis
a.
Intrusion Prevention System dapat menganalisis paket data yang masuk
dalam jaringan.
b.
Intrusion Prevention System memiliki banyak kelebihan dibandingkan
dengan firewall maupun Intrusion Detection System.
c.
Intrusion Prevention System dapat mempermudah kerja administrator dan
mempercepat perbaikan jaringan.
21.5
Tujuan dan Manfaat
a.
Tujuan
Menghasilkan suatu sistem keamanan jaringan yang baik dan
mempermudah kerja administrator dalam menjaga kestabilan sistem.
b.
Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari sistem antara lain :
1. Bagi pemakai, akan mendapatkan kenyamanan dan keamanan dalam
menggunakan jaringan.
2. Bagi penulis, bisa memberikan tambahan ilmu dan penelitian lanjutan
untuk pengembangan keamanan jaringan di tempat lain.
3. Memberikan suatu alternatif pengembangan jaringan menggunakan
solusi open source dengan biaya rendah dan hasil yang maksimal.
1.6
Metode / Pendekatan
Dalam menyusun laporan penelitian, penulis menggunakan beberapa metode :
a.
Pengumpulan data, penulis mengumpulkan semua data yang berhubungan
erat dengan proses pembangunan keamanan jaringan.
b.
Tinjauan pustaka, penulis mempelajari buku yang terkait dengan
penentuan kebijakan, pembangunan firewall, OSSIM (Open Source
Security Information Management), Intrusion Prevention System serta
jaringan komputer.
c.
Implementasi, bertujuan untuk mengimplementasikan teori Intrusion
Prevention System pada jaringan.
d.
Analisa, Tahapan akhir ini menganalisis kondisi jaringan sebelum dan
sesudah OSSIM diimplementasikanuntuk menjadi kesimpulan.
1.7
Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini disusun dalam 5 (lima) bab dengan rincian :

Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan
masalah, hipotesis, tujuan penelitian, metodologi, dan sistematika
penyusunan tugas akhir.
ƒ
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini memperkuat gagasan-gagasan yang muncul dengan memberikan
landasan teori akurat dari berbagai sumber dan konsep-konsep dasar
dalam memecahkan masalah keamanan jaringan. Pembahasan bab ini
adalah konsep keamanan jaringan, intrusi pada jaringan, OSSIM (Open
Source Security Information Management) dan rencana penelitian.
ƒ
Bab III Perancangan Sistem
Persiapan hardware dan software yang dibutuhkan dengan penjelasan
mengenai perencanaan keamanan jaringan untuk membangun jaringan
yang aman dan optimal. Selain itu dijelaskan pula desain topologi
jaringan untuk analisis Intrusion Prevention System (IPS) dan penjabaran
security policy. Jalannya penelitian akan dijabarkan beserta skenario
analisis yang diterapkan.
ƒ
Bab IV Implementasi dan Analisis Sistem
Pada bab ini akan lebih banyak dibahas mengenai implementasi Intrusion
Prevention System, metode intrusi, analisis intrusi yang masuk, cara kerja
OSSIM (Open Source Security Information Management) dalam
penanggulangan intrusi, dan hasil penelitian Intrusion Prevention System.
ƒ
Bab V Penutup
Kesimpulan dan saran dari penulis.

cara setting accespoint


Lanjut pada postingan saya yg akan membahas tata cara mengkonfigurasi Access Point Pada merk TP-Link TL-WA701N
Untuk memulai konfigurasi access point ini, lakukan langkah-langkah berikut secara sistematis :
  1. Sama seperti mengkonfigurasikan access point lainnya, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyamakan address antara access point dengan sebuah laptop sehingga alamatnya berada pada satu network. Secara default, IP yang tertera pada label access point jenis ini adalah 192.168.1.1 dan netmask 255.255.255.0.
  2. Setelah itu, nyalakan access point. Perhatikan adaptor yang digunakan, apakah voltage-nya sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada label access point atau tidak. Jika tidak, maka sebaiknya jangan menyalakan access point tersebut dengan adaptor yang tidak sesuai.
  3. Setelah itu koneksikan access point dengan laptop dengan menggunakan kabel straight.
  4. Buka sebuah web browser pada laptop, kemudian ketikkan alamat IP default dari access point tersebut. Sebelumnya saya telah menjelaskan bahwa IP default access point jenis ini adalah 192.168.1.1, namun pada praktek ini saya menggunakan access point yang IP address-nya diubah yaitu 10.10.7.1 Maka ketikkan IP 10.10.7.1 pada address bar, lalu tekan Enter pada keyboard.
  5. Setelah itu akan muncul sebuah kotak dialog Authentication Required. Isikan username dengan admin dan isikan password dengan admin. Kemudian klik OK.

  1. Kemudian akan muncul sebuah halaman web seperti berikut :
  1. Klik teks "Network" pada jendela sebelah kiri untuk mengatur tipe jaringan (Static IP / DHCP), main IP dari access point (IP local), dan subnet mask. Jika IP access point diubah dari IP default-nya, maka halaman web akan menghilang. Untuk menampilkannya kembali, ubah IP laptop sehingga menjadi se-network dengan IP access point yang baru. Setelah semua pengaturan selesai, klik Save. Contoh :
  1. Setelah itu lakukan pengaturan wireless dengan meng-klik teks Wireless pada jendela sebelah kiri kemudian pilihWireless Setting.
  2. Pengaturan yang perlu dilakukan adalah pengaturan SSID(nama jaringan), Region, Channel (untuk informasi mengenai channel wireless, klik disini), dan Mode. Yang lainnya adalah pengaturan opsional (tergantung kebutuhan). Dalam hal ini saya membuat nama jaringan (SSID) yaitu tujuh. Setelah semua pengaturan selesai, klik Save. Contoh :
  1. Setelah itu lakukan pengaturan untuk DHCP agar device yang terkoneksi akan mendapatkan IP secara otomatis dari access point. Klik teks DHCP pada jendela sebelah kiri, kemudian pilih DHCP Settings. Dalam hal ini saya melakukan pengaturan range user sebanyak 10 client dari 10.10.7.10 - 10.10.7.20. Setelah semua pengaturan selesai, klik Save. Contoh :
  1. Setelah semua pengaturan selesai diberikan, reboot access point dengan meng-klik teks System Tools kemudian pilih Reboot.
  1. Sistem access point akan restart dalam beberapa saat yang diindikasikan oleh persentasi seperti gambar berikut :
Setelah proses restarting selesai, maka selanjutnya adalah lakukan pengetesan jaringan access point yang baru dibuat. Gunakan sebuah laptop lain untuk mengakses jaringan wireless dengan nama tujuh. Kemudian lihatlah IP DHCP yang diperoleh laptop tersebut selama terkoneksi dengan jaringan tujuh. Tentunya IP yang didapatkan akan berada pada range 10.10.7.10 sampai 10.10.7.20.





 sumber http://shadazzshared.blogspot.com/2013/08/cara-konfigurasi-access-point-tp-link.html
s

cara setting accespoint di linux ubuntu

Konfigurasi DHCP Server (pada Ubuntu)

Setelah sebelumnya saya membahas mengenai definisi dan keterangan lain mengenai DHCP, maka pada kesempatan ini saya akan menjelaskan mengenai cara konfigurasi DHCP Server pada sistem operasi Linux Ubuntu.
Untuk menjadikan sebuah PC dengan OS Linux Ubuntu (versi desktop maupun server) sebagai DHCP Server, maka pada sistem tersebut harus tersedia package dhcp3-server. Sebelum membuat setting DHCP Server, download terlebih dahulu package tersebut di situs pkgs.org kemudian installkan pada sistem anda. Untuk melakukan penginstalan yang lebih mudah, buka terminal (pada Ubuntu desktop) terlebih dahulu lalu ketikkan perintah apt-get install dhcp3-server.

Sebelum melakukan konfigurasi, biasakan diri anda untuk mem-backup data yang akan digunakan untuk konfigurasi DHCP Server. Untuk pembuatan DHCP Server, ada 2 file yang akan di-edit yaitu file /etc/default/dhcp3-server dan juga file /etc/dhcp3/dhcpd.conf. Untuk memback-up kedua file tersebut, gunakan perintah berikut :
  • cp /etc/default/dhcp3-server /etc/default/dhcp3-server_backup
  • cp /etc/dhcp3/dhcpd.conf /etc/dhcp3/dhcpd.conf_backup
Setelah di back-up, anda dapat melakukan konfigurasi DHCP Server dengan tenang karena jika terjadi kesalahan anda dapat menggunakan file back-up.

Pada posting sebelumnya saya telah menyampaikan bahwa dalam DHCP ada 2 metoda yaitu Address Pool (pemberian dynamic address) dan juga metoda penggunaan MAC Address (pemberian static address). Pertama-tama saya akan menjelaskan langkah-langkah penggunaan Address Pool. Untuk melakukan konfigurasi Address Pool, ikuti langkah-langkah berikut :
  1. Cek interface aktif pada PC yang digunakan sebagai DHCP Server. Gunakan perintah ifconfig.
  2. Jika ada lebih dari satu interface (eth0, eth1, eth2, dst) yang ada pada PC tersebut, pilih satu interface yang akan digunakan untuk menerima address request dari client.
  3. Setelah menentukan interface yang akan digunakan, buka file /etc/default/dhcp3-server dengan utility nano (atau dengan mengetikkan perintah nano /etc/default/dhcp3-server pada terminal).
  4. Setelah file tersebut terbuka, cari line INTERFACES="" lalu isikan pada line tersebut dengan nama interface yang akan digunakan (contoh = eth0)

  5. Setelah itu keluar dari utility tersebut dengan menekan tombol Ctrl + X pada keyboard dan kemudian simpan perubahan pada file tersebut.
  6. Setelah menentukan interface, langkah selanjutnya adalah membuat aturan addressing yang akan diberikan pada DHCP Client (seperti range IP, masking, gateway, dll). Untuk melakukan hal tersebut, buka file /etc/dhcp3/dhcpd.conf dengan menggunakan utility nano.
  7. Temukan baris # A slightly different configuration for an internal subnet dan lakukan konfigurasi untuk pengalamatan yang akan diberikan pada DHCP Client seperti contoh berikut :


    Keterangan    :
    1. Subnet = mengatur network dan masking yang akan digunakan
    2. Range = mengatur start dan end IP untuk client
    3. Routers = mengatur default gateway
    4. Broadcast-address = mengatur broadcast address
    5. Default-lease-time = batas waktu penyewaan alamat (satuan detik)
    6. Max-lease-time = batas maksimal penyewaan alamat (satuan detik)
  8. Setelah melakukan konfigurasi sesuai kehendak anda, restart DHCP Server agar konfigurasi dapat mulai dijalankan. Untuk me-restart DHCP, gunakan perintah etc/init.d/dhcp3-server restart.

  9. Setelah DHCP di restart, maka sistem DHCP Server siap dijalankan.
Jika langkah-langkah di atas selesai dilakukan, maka anda dapat melakukan pengujian dengan menggunakan sebuah PC lain untuk melakukan request address dari DHCP Server tersebut. Dalam hal ini saya menggunakan sebuah PC yang menggunakan sistem operasi Ubuntu yang dikoneksikan ke DHCP Server dengan menggunakan kabel straight. Setelah terkoneksi, lakukan konfigurasi addressing pada client menjadi DHCP Client. Untuk melakukan hal tersebut, buka file /etc/network/interfaces dengan menggunakan utility nano. Setelah terbuka, buat konfigurasi seperti berikut :


Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebelumnya PC tersebut menggunakan static address. Namun saya menambahkan tanda pagar / cress (#) pada line yang menyatakan bahwa PC tersebut menggunakan static IP (di atas line dhcp).

Setelah itu restart sistem networking pada PC tersebut dengan menggunakan perintah /etc/init.d/networking restart. Pada proses restarting, PC tersebut akan melakukan request, penyewaan, dan juga binding address (menetapkan address yang akan disewa). Setelah itu terminal PC Client akan menampilkan baris seperti berikut :



Setelah proses restarting selesai, maka PC tersebut telah mendapatkan sebuah address dari DHCP Server. Untuk pembuktian terakhir, gunakan perintah ifconfig untuk mengecek address yang diterima apakah sesuai dengan rule pada DHCP Server atau tidak.



————————————————————————————————————

Hasil di atas adalah hasil untuk penggunaan address pool. Sekarang saya juga akan menyampaikan langkah-langkah untuk membuat DHCP Server dapat memberi static address pada device tertentu. Kali ini di asumsikan bahwa pemilihan interface DHCP Server telah dilakukan sehingga langsung pada penentuan address pada device yang memerlukan static address. Berikut langkah-langkahnya :
  1. Buka file /etc/dhcp3/dhcpd.conf lalu cari baris # A slightly different configuration for an internal subnet.
  2. Sebelumnya telah ada setting untuk address pool. Untuk membuat static address, tambahkan baris seperti contoh berikut :

  3. Pada gambar di atas dapat dilihat ada 3 address yang digunakan untuk 3 device yang memerlukan static IP. Dalam hal ini anda dapat menggunakan static address untuk lebih dari 3 device.
  4. Pada parameter hardware ethernet, masukkan MAC address dari device yang akan diberi static address. Pada parameter fixed-address, masukkan IP address yang akan digunakan untuk device tersebut.
  5. Setelah itu proses pembuatan static address untuk device tertentu selesai. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengubah device pemilik MAC address di atas menjadi dalam DHCP Client mode.

Friday, May 9, 2014

Jenis-jenis kesalahan saat instalasi sistem operasi


Kerusakan master boot record atau tabel partisi

Hard disk terdiri atas MBR (Master Boot Record), tabel partisi lalu diikuti oleh partisi-partisi sejumlah yang dibuat oleh user. Kerusakan pada MBR dan/atau tabel partisi bisa menyebabkan sistem operasi tidak bisa di-boot atau satu atau lebih partisi terlihat seperti hilang. Hal ini hanya “kelihatannya” karena sebenarnya par­tisi dan data di dalamnya masih ada. Penyebab kerusakan MBR bisa bermacam-macam. Misalnya, saat Anda meng-­install Windows setelah Anda meng-ins­tall Linux, sehingga sistem Windows saja yang bisa di-boot. Contoh lainnya  bisa juga saat Anda melakukan suatu kecerobohan saat menjalankan perintah:
# dd if=/dev/zero of=/dev/sda bs=1 count=512
Perintah di atas akan melakukan penulisan angka 0 (nol) sebanyak 512 byte mulai dari sektor pertama hard disk kita. Ini adalah lokasi tempat MBR dan tabel partisi diletakkan. Secara visual, pesan kesalahan yang mungkin muncul di layar monitor akibat permasalahan semacam ini adalah sebagai berikut.

FATAL: No bootable device

Untuk mengatasi masalah tersebut, masukkan CD System Rescue ke drive CD/DVD. Tekan [Enter] saat muncul layar pembuka agar System Rescue bisa memulai proses booting seperti layaknya sistem Linux pada umumnya. Begitu tampil prompt, bersiaplah memulai proses pe­nyelamatan. Pertama, kita jalankan program Testdisk untuk mengembalikan tabel partisi. Ketik pada prompt: (catatan: prompt pada System Rescue CD menggunakan tanda “%”) root@sysresccd /root % testdisk Akan nampak tiga pilihan, yaitu Crea­te, Append, dan No Log. Opsi Create dipilih untuk menciptakan file log baru. File ini sebenarnya berisi catatan prosedur-prosedur yang dilaksanakan selama proses recovery partisi. Pada layar berikutnya akan ditanyakan nama device hard disk yang akan dianalisis. Dalam hal ini, penulis memilih /dev/sda karena targetnya adalah hard disk primary master. Apabila Anda memiliki lebih dari satu hard disk, pastikan terlebih dahulu nama hard disk yang dipilih benar yang ingin di-recover. Hal ini bisa dicek sebelumnya di shell misalnya dengan pe­rintah:
Siap digunakan saat booting Beberapa fungsi dalam System Rescue CD bisa langsung Anda jalankan, saat sistem Linux masuk salah satu tahapan booting.% dmesg| grep -C 2 ‘[sh]d[a-z]’ scsi 0:0:0:0: Direct-Access     ATA      QEMU HARDDISK 0.10 PQ: 0 ANSI: 5 sd 0:0:0:0: [sda] 10485760 512-byte logical blocks: (5.36 GB/5.00 GiB) Dari output di atas jelas terlihat bahwa ada satu hard disk  (sda) berukuran 5 GB. Setelah Anda memilih nama device dan menekan [Enter], layar berikutnya akan menampilkan informasi jumlah sektor yang terdeteksi. Pilih Continue karena layar ini sekadar informasi saja. Pada layar berikutnya, Anda akan ditanyakan mengenai jenis format partisi. Kebanyakan dari kita menggunakan sistem IBM PC Compatible. Jadi, pilihlah Intel. Namun, jika Anda menggunakan format lain, misalnya hard disk Mac, Anda perlu memilih tipe yang sesuai. Tekan [Enter] untuk menuju layar berikutnya. Sekarang Anda bisa memulai tahap recovery sebenarnya. Pilih Analyse lalu tekan [Enter]. Layar berikutnya akan menampilkan daftar partisi yang ditemukan. Tentu saja saat ini masih kosong. Pilih menu Quick Search dan tekan [Enter] sekali lagi. Akan muncul dialog yang menanyakan apakah Anda akan memperbaiki partisi yang dibuat oleh Windows Vista. Apabila memang ada partisi yang ada buat lewat Vista, jawab  dengan Y. Untuk ilustrasi, penulis memilih N karena dianggap semua partisi dibuat oleh sistem Linux. Proses deteksi akan dimulai dan hasilnya adalah seperti berikut ini. Disk /dev/sda – 5368 MB / 5120 MiB – CHS 652  255  63 Partition  Start End Size in sectors * Linux           0        1    1  318 254 63 5124672 [/] Linux Swap      319      0    1  383 254 63 1044225 Linux LVM       384      0    1  416 254 63 530145 Linux LVM       417      1    1  449 254 63 530082 Linux LVM       450      1    1  482 254 63 530082 Luangkan waktu beberapa saat untuk mengecek temuan Testdisk. Pilih tiap-tiap partisi yang ditemukan, lalu lihat keterang­an di baris terbawah layar. Di sana akan terlihat format file system (jika sudah diformat) beserta ukurannya. Contohnya, untuk partisi pertama didapatkan informasi: EXT3 Large file Sparse superblock, 2623 MB / 2502 MiB Masih kurang yakin? Anda bisa melihat file-file apa saja yang tersimpan di dalam partisi tersebut. Sorot partisi yang diinginkan dan tekan [P]. Kini Anda bisa melihat struktur file dan direktori di da­lamnya. Setelah selesai, tekan [q] dan Anda akan kembali ke layar daftar partisi. Setelah Anda yakin semua partisi telah ditemukan, tekan [Enter]. Layar berikutnya akan menanyakan apakah akan dilakukan pencarian lebih teliti lewat Deep­er Search atau langsung menuliskan daftar partisi ke hard disk. Di sini diasumsikan penulisan langsung dilakukan ke hard disk, sehingga dipilih Write. Pada layar konfirmasi, tekan [Y] dan penulisan akan dilakukan. Akan muncul pesan yang meminta Anda melakukan reboot komputer. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan BIOS dan sistem operasi Anda membaca tabel partisi yang tadi baru saja ditulis. Kembali ke menu utama, pilih Quit. Lakukan reboot lewat prompt shell de­ngan mengetik: % reboot Keluarkan CD System Rescue dan biarkan hard disk di-booting. Bagaimana hasilnya? Mungkin saja tidak tampak tampilan menu bootloader, seperti GRUB atau LILO, dan sistem masih belum bisa di-boot. Jadi, apa yang kurang? Program Testdisk hanya mengembalikan tabel partisi yang terhapus, tetapi tidak mengembalikan instalasi bootloader seperti sedia kala. Untuk itu, kali ini kita perlu menuliskan program loader kembali ke MBR. Ada beberapa cara, dan kali ini akan dibahas salah satunya yang relatif praktis. Booting kembali System Rescue Linux dan prompt awal, ketik perintah grubdisk. Akan muncul pilihan awal kurang lebih seperti ini: Boot Ubuntu Gnu/Linux AUTO MAGIC BOOT Pilih Auto Magic Boot. Program akan mendeteksi daftar sistem operasi yang bisa di-booting. Pada kasus penulis, layar akan menampilkan: Boot Ubuntu Gnu/Linux AUTO MAGIC BOOT Linux 2.6.18-128.el5 Linux 2.6.18-128.el5 (single-user mode) Other OS Ini sudah sesuai dengan entry yang penulis harapkan. Hasil yang Anda dapatkan tentunya bisa berbeda. Di sini, penulis memilih Linux 2.6.18-128.el5 dan menekan [Enter] untuk masuk ke sistem Cent­OS. Apabila tidak ada masalah, booting akan berjalan normal sampai dengan muncul layar login, entah itu di mode teks atau grafis. Masukkan user dan password dari root. Dari prompt, ketik:
Gagal booting Pesan seperti ini bisa menandakan bahwa Master Boot Record mengalami kerusakan.# grub-install /dev/hda Apabila tidak ada masalah, akan tampil lapor­an seperti berikut ini. Installation finished. No error reported. This is the contents of the device map /boot/grub/device. map. Check if this is correct or not. If any of the lines is incorrect, fix it and re-run the script ‘grub-install’. # this device map was generated by anaconda (hd0)     /dev/hda Kali ini digunakan nama device hda karena CentOS mendeteksi hard disk dengan nama berbeda. Untuk mengetahuinya, gunakan perintah dmesg sama seperti saat kita menentukan nama hard disk yang menjadi target operasi Testdisk. Sekarang Anda tinggal me-reboot komputer sekali lagi. Pastikan booting dilakukan dari hard disk…dan sim salabim!. Menu GRUB telah kembali dan Linux kembali bisa dibooting dengan normal! Kegagalan mount akibat kerusakan superblock Biasanya kegagalan seperti ini tidak terlalu jelas. Misalnya, Anda melakukan operasi mount, bisa muncul output seperti berikut ini. # mount -v /dev/sda1 /mnt/disk mount: you didn’t specify a filesystem type for /dev/ sda1 I will try all types mentioned in /etc/filesystems or /proc/filesystems Trying # Trying #vfat Trying fuseblk mount: you must specify the filesystem type Atau jika partisi yang dimaksud adalah partisi yang ditempati oleh file-file bootloader (GRUB dalam hal ini), bisa jadi Anda mendapat pesan saat booting seperti berikut ini. Booting from Hard Disk… GRUB Loading stage1.5. GRUB loading, please wait… Error 17 Ini adalah tanda-tanda adanya ketidakberesan pada struktur filesystem. Kenapa ini bisa terjadi? Superblock adalah sektor-sektor pada suatu disk yang berisi informasi mengenai suatu partisi, misalnya kapan terakhir kali partisi di-mount, jumlah inode, keterangan lokasi data, dan seterusnya. Superblock juga merupakan area yang dibaca oleh program “mount” saat proses mounting. Jadi, jika terjadi corrupt pada sebagian atau keseluruhan isi superblock, bisa ditebak proses mount akan gagal. Alhasil, keseluruhan filesystem gagal diakses. Untuk meyakinkan akar masalah, boot System Rescue CD dan lakukan pe­ngecekan dengan perintah fsck: % fsck -p /dev/sda1 fsck from util-linux-ng 2.16.1 fsck.ext2: Bad magic number in super-block while trying to open /dev/sda1 /dev/sda1: The superblock could not be read or does not describe a correct ext2 filesystem.  If the device is valid and it really contains an ext2 filesystem (and not swap or ufs or something else), then the superblock is corrupt, and you might try running e2fsck with an alternate superblock: e2fsck -b 8193 <device> Adanya pesan di atas membuktikan bahwa ada suatu masalah di superblock. Jalankan ulang perintah fsck seperti berikut untuk mencoba membenahinya: % fsck.ext3 -b 8193 /dev/sda1 e2fsck 1.41.9 (22-Aug-2009) fsck.ext3: Bad magic number in super-block while trying to open /dev/sda1 Gagal lagi! Penyebabnya sangat dimungkinkan karena kita salah memberikan posisi superblock cadangan lewat parameter -b. Sebagai catatan, file system seperti ext3 menyimpan beberapa superblock cadangan pada posisi sektor-sektor tertentu. Sekarang tugas kita adalah mencoba mencarinya. % mkfs.ext3 -j -n /dev/sda1 mke2fs 1.41.9 (22-Aug-2009) Filesystem label= OS type: Linux Block size=4096 (log=2) Fragment size=4096 (log=2) 160320 inodes, 640584 blocks 32029 blocks (5.00%) reserved for the super user First data block=0 Maximum filesystem blocks=658505728 20 block groups 32768 blocks per group, 32768 fragments per group 8016 inodes per group Superblock backups stored on blocks: 32768, 98304, 163840, 229376, 294912 Opsi -n mengatur agar perintah mkfs melakukan simulasi, jika seandainya terjadi operasi format yang sebenarnya. De­ngan demikian, Anda tidak perlu khawatir data akan hilang (tentu saja, jangan lupa menuliskan opsi -n). Angka yang dicetak tebal adalah posisi sektor yang kita cari. Kita lakukan sekali lagi fsck: % fsck.ext3 -b 32768 -p /dev/sda1 Opsi -p dipakai agar fsck melakukan perbaikan secara otomatis tanpa banyak menanyakan konfirmasi ke user. Akan muncul rentetan output semacam ini: /: Inode 546969, i_blocks is 576, should be 568.  FIXED. /: Inode 546971, i_blocks is 1280, should be 1272. FIXED. /: Inode 546974, i_blocks is 1792, should be 1784 .  FIXED. Dan kemungkinan diakhiri dengan: /: UNEXPECTED INCONSISTENCY; RUN fsck MANUALLY. (i.e., without -a or -p options) Kita ulangi sekali lagi perintah fsck, tetapi tanpa parameter apapun: % fsck /dev/sda1 Jika Anda menghadapi banyak pertanyaan yang menuntut Anda mengetik y (setuju), Anda bisa mempercepat proses dengan menekan [Ctrl]+[C] untuk menghentikan proses cek. Lalu, gu­nakan opsi -y pada perintah fsck agar semua pertanyaan langsung disertakan dengan ‘y’.
Recover tabel partisi dengan testdisk Partisi hard disk hilang? Program Testdisk mungkin dapat menemukannya (menyelamatkannya) kembali.

Recovery data pada bad sector

Hard disk yang sudah berumur atau memiliki cacat dari pabrik, lambat laun akan memiliki bad sector (sektor rusak). Secara singkat, bad sector bisa diibaratkan lubang pada jalan raya. Hal ini mengakibatkan penyimpanan data menjadi tidak sempurna atau kadang data menjadi tidak bisa diakses sama sekali. Dalam ke­adaan ini, Anda punya beberapa alternatif tindakan, tetapi biasanya yang paling banyak disarankan adalah melakukan penduplikasian data ke hard disk berbeda atau media penyimpanan lain secepatnya. Mengapa demikian? Ada dua alasan: ->Apabila kita menyalin ke disk yang sama (sekalipun beda partisi), dikhawatirkan akan muncul bad sector juga cepat atau lambat. Dengan kata lain, hard disk yang memiliki suatu bad sector dianggap potensial untuk memiliki kasus serupa di sektor yang lain. ->Tidak ada jaminan bahwa proses perbaikan bad sector akan berjalan 100% tanpa kesalahan. Bisa saja selama perbaikan, data justru menjadi makin tidak terselamatkan. Dengan begitu, Anda bisa saja kehilangan data lebih banyak. Penulis menyarankan untuk menyiapkan hard disk baru dengan ruang kosong minimal sama dengan besarnya partisi yang akan diselamatkan datanya. Pasang hard disk ini pada sambungan kabel IDE atau SATA yang kosong, atau bisa juga diset sebagai slave. Usahakan melakukan pe­masangan komponen komputer dengan meminimalkan listrik statis, misalnya dengan menggunakan gelang antilistrik statis. Setelah hard disk kedua terpasang, boot System Rescue Linux hingga prompt muncul. Kita anggap di sini partisi yang bermasalah adalah /dev/sda1, sementara backup dilakukan pada /dev/sdb1 yang kita mount sebagai /mnt/backup. Program yang akan kita pakai adalah perintah ddrescue seperti berikut ini. % mount /dev/sdb1 /mnt/backup % ddrescue -S -d /dev/sda1 /mnt/backup/backup.img Press Ctrl-C to interrupt rescued:     2623 MB,  errsize:       0 B,  current rate :   29491 kB/s ipos:     2623 MB,   errors:       0,    average rate: 14557 kB/s opos:     2623 MB,     time from last successful read: 0 s Finished Di sini digunakan dua opsi: -S untuk menghasilkan sparse file, yaitu suatu file yang memiliki “lubang”. Dengan cara ini, ukuran file sebenarnya bisa lebih kecil dari ukuran partisi yang diselamatkan karena data ditulis hanya sebesar data yang diselamatkan. -d untuk melakukan pembacaan secara direct access. Apa maksudnya? Pembacaan data akan dilakukan dengan mengabaikan beberapa mekanisme tertentu di filesystem, khususnya caching. Hasilnya pembacaan relatif selesai lebih cepat dan data yang dibaca bisa digaransi langsung berasal dari fisik disk. Hasilnya adalah suatu file image yang berisi data-data Anda. Ini bisa dibuktikan dari perintah file: % file /mnt/backup/backup.img /mnt/backup/backup.img: Linux rev 1.0 ext3 filesystem data (large files) Tipe filesystem tentunya akan sesuai dengan format yang Anda pakai, jadi bisa saja ini berupa reiserfs, XFS, FAT32 dan seterusnya. File ini lalu bisa Anda mount untuk mengakses data-data di dalamnya: % mkdir /mnt/test % mount -o loop /mnt/backup/backup.img /mnt/test Mungkin tidak semua file bisa terbaca dengan baik di dalam direktori /mnt/test. Ini adalah risiko, tetapi ini lebih baik daripada data tidak bisa dibaca sama sekali. Terakhir, kita coba perbaiki disk kita yang berisi bad sector: % fsck -cc -k /dev/sda1 Pengecekan pada dasarnya dilakukan de­ngan melakukan proses baca tulis (opsi -cc) tanpa merusak data yang ada. Opsi -k akan mengatur perintah fsck melakukan update daftar bad sector (jika ada) di meta­data file system. Hal ini akan mencegah penulisan data di masa depan pada sektor yang sama. Namun, jika bad sektor sudah sedemikian banyaknya, disarankan untuk tidak lagi memakai disk tersebut.


sumber : http://dea.meximas.com/tugas-sistem-operasi/jenis-jenis-kerusakan-saat-instalasi-sistem-operasi-open-source/

pengertian dan fungsi Hub


Hub merupakan perangkat keras yang sangat penting dalam jaringan komputer, Hub sangat mempengaruhi proses koneksi antar komputer sehingga jika Hub mengalami kerusakan maka seluruh jaringan komputer akan terputus dan terganggu.
Hub berfungsi sebagai peragkat keras penerima sinyal dari sebuah komputer dan merupakan titik pusat yang menghubungkan ke seluruh komputer dalam jaringan tersebut. Hub juga berperan sebagai penguat sinyal kabel UTP, konsentrator dan penyambung. Berdasarkan fungsinya Hub dibedakan menjadi 2 macam yakni:


  1. Hub pasif merupakan hub yang berfungsi sebagai pemmisah atau pembagi jaringan, akan tetapi tidak melakukan penguatan sinyal sehingga hub ini tidak membutuhkan tenaga listrik tambahan.
  2. Hub Aktif berfungsi sebagai penghubung jalur secara fisik dan penguat sinyal dalam jaringan, Akan tetapi Hub aktif membutuhkan tenaga listrik tambahan untuk bisa bekerja.